WELCOME TO MY BLOG

Semua ini adalah proses belajar...
Penuh kekurangan...
Semoga bermanfaat...

Selasa, 05 April 2011

PROSES PEMBEKUAN DARAH DAN PEMBENTUKAN TULANG SEJATI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Darah adalah jaringan cair ang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per dua belas berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47 (Pearce, 2007).
Plasma darah terdiri dari serum dan fibrinogen, sedangkan sel-sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit atau sel darah merah, leukosit atau sel darah putih, dan trombosit atau butir pembeku. Plasma darah adalah sejenis zat cair yang berwarna kekuning-kuningan. Plasma darah terdiri atas 90% air, di dalamnya terkandung zat-zat makanan, seperti protein, lemak, asam amino, vitamin, garam-garaman untuk diberikan ke bagian sel-sel tubuh. Protein merupakan suatu zat yang sanagt penting dalam plasma darah. Salah satu jenis protein plasma yaitu fibrinogen (Karsono, 2006).
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping nampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Jika dilihat satu per satu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar terlihat merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin. Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang-batang iga dari sternum (Pearce, 2007).
Sel darah putih bening dan tidak berwarna, bentukya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel darah putih terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Oleh karena itu disebut sel berbulir atau granulosit (Pearce, 2007).
Trombosit atau keping-keping darah merah juga dibentuk di dlam tulang yang mengandung sumsum merah. Keping-keping darah merah ini merupakan serpihan sel, bukan sel yang utuh, berbentuk kecil dan tidak teratur serta tidak berinti. Setiap milimeter kubik darah terdapat 2.500.000 keping darah merah. Di dalam keping darah terdapat trombokinase yang dapat berguna untuk membantu proses pembekuan darah jika terjadi luka. Fibrinogen dalam plasma darah juga berperan dalam proses pembekuan darah. Plasma darah yang tidak mengandung fibrinogen atau disebut dengan serum berperan dalam melawan bibit penyakit. Sel darah berupa trombosit berfungsi untuk mengaktifkan mekanisme pembekuan darah (Karsono, 2006).
Menurut Pratiwi et al (2004) dan Pearce (2007), selain membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit, di dalam tulang juga terbentuk tulang sejati. Tulang disebut alat gerak pasif karena digerakkan oleh otot. Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa tulang. Ada dua jenis tulang berdasarkan jaringan penyusunnya dan sifat-sifat fisiknya, yaitu tulang rawan (kartilago) dan tulang (osteon). Pembentukan tulang terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan atau kartilago. Tulang rawan (kartilago) terbuat dari bahan yang padat, bening, dan putih kebiru-biruan. Sangat kuat tetapi kurang dibandingkan dengan tulang. Tulang rawan banyak dijumpai pada sendi dan diantra dua tulang. Mula-mula tulang embrio adalah tulang rawan. Kemudian hanya pusat-pusat yang masih tumbuh saja yang dipertahankan oleh tulang rawan. Tulang rawan tidak diselubungi membran, yaitu perikhondrium, tempat tulang rawan mendapatkan darah.
B. Tujuan
1. Mengetahui proses pembekuan darah.
2. Mengetahui proses pembentukan tulang sejati.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBEKUAN DARAH
Menurut Pearce (2007), apabila darah ditumpahkan maka cepat ia menjadi lekat da segera mengendap sebagai zat kental berwarna merah. Jeli atau gumpalan itu mengerut dan keluarlah cairan bening berwarna kuning jerami. Cairan ini disebut serum. Darah yang tumbah apabila diperiksa dengan mikroskop, akan keliahatan benang-benang fibrin yang tidak dapat larut. Benang-benang ini terbentuk dari fibrinogen dalam plasma oleh kerja trombin. Benang-benang ini menjerat sel darah dan bersama-sam dengannya membentuk gumpalan. Apabila darah yang tumpah dikumpulkan dalam tabung reaksi, maka gumpalan itu akan terapung-apung dalam serum.
Penggumpalan darah pembekuan darah adalah proses yang majemuk, dan berbagai faktor diperlukan untuk melaksanakan itu. Sebagaimana telh diterangkan, trombin adalah alat dalam mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin. Trombin tidak ada dalam darah normal yang masih dalam dalam pembuluh, tetapi yang ada adalah zat pendahulunya, protombin, yang kemudian diubah menjadi zat aktif trombin oleh kerja trombokinase. Trombokinase atau tromboplastin adalah zat penggerak yang dilepaskan ke darah di tempat yang luka. Tromboplastin terbentuk karena terjadinya kerusakan pada trombosit, yang selama ada garam kalsium dalam darah, akan mengubah protombin menjadi trombin sehingga terjadi penggumpalan darah (Pearce, 2007).
Saat pembuluh darah terpotong, darah akan keluar, tetapi keluarnya darah akan segera terhenti karena terjadi pembekuan darah. Proses atau mekanisme pembekuan darah menurut Pratiwi et al (2004) terjadi dalam 3 tingkat, sebagai berikut:
1. Jaringan yang luka atau keping darah (trombosit) yang rusak akan menghasilkan tromboplastin atau trombokinase yang merupakan aktivator dari protombin.
2. Adanya trombokinase menyebabkan perubahan protombin menjadi enzim trombin. Ion kalsium merupakan zat yang dianggap pemacu perubahan tersebut. Protombin adalah suatu protein plasma yang terdapat dalam plasma dengan konsentrasi 15 mg/100 ml (dalam kondisi normal). Protombin berupa senyawa globulin dan selalu dibentuk di hati dengan bantuan vitamin K.
3. Trombin bekerja sebagai enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang berupa benang-benang. Fibrinogen adalah protein yang terdapat dalam plasma dalam jumlah 100-700 mg/100 ml. Sebagian besar fibrinogen dibentuk dalam hati. Terbentuknya benang-benang fibrin yang bertautan mengakibatkan sel-sel darah merah dan plasma terjaring untuk membentuk bekuan itu sendiri.

Empat faktor yang diperlukan untuk menghasilkan penggumpalan atau pembekuan darah yaitu:
1. garam kalsium yang dalam keadaan normal ada dalam darah,
2. sel yang terluka yang membebaskan trombokinase,
3. trombin yang terbentuk dari protombin apabila ada trombokinase, dan
4. proses penggumpalan dapat dinyatakan dalam rumus:
Protombin + kalsium + trombokinase = Trombin
Trombin + fibrinogen = Fibrin
Fibrin + sel darah = Penggumpalan

Protombin dibuat dalam hati. Vitamin K diperlukan untuk menghasilkan protombin (Pearce, 2007).
Pembekuan (koagulasi) darah dipercepat oleh:
1. panas yang sedikit lebih tinggi dari suhu badan,
2. kontak dengan bahan kasar, seperti pinggiran yang kasar dari pembuluh darah yang rusak, atau dengan pembalut (Pearce, 2007).
Pembekuan (koagulasi) darah diperlambat jika:
1. suhu dingin,
2. disimpan dalam tabung berlapis lilin di sebelah dalamnya, sebab darah memerlukan kontak dengan permukaan yang dapat menjadi basah oleh air sebelum dapat bergumpal. Sedangkan parafin tidak memiliki permukaan yang dapat basah oleh air,
3. dengan ditambah kalium sitrat atau natrium sitrat yang menyingkirkan garam kalsium yang dalam keadaan normal ada (Pearce, 2007).

B. PEMBENTUKAN TULANG SEJATI
Pembentukan tulang terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Kartilago dihasilkan dari sel-sel mensemkima. Setelah kartilago terbentuk, bagian dalamnya akan berongga dan terisi osteoblas. Osteoblas juga menempati jaringan seluruhnya dan membentuk sel-sel tulang. Sel-sel tulang dibentuk dari arah dalam ke luar atau proses pembentukannya konsentris. Setiap satuan sel tulang mngelilingi suatu pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem harvers (Pratiwi et al, 2004).
Di sekeliling sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang. Nantinya di dalam senyawa protein ini terdapat pula senyawa kapur dan fosfor sehingga matriks tulang akan mengeras. Proses penulangan ini disebut ofisikasi (Pratiwi et al, 2004).
Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Tulang berkembang dari tulang rawan maupun dari membran yang tersusun dari serabut jaringan ikat. Tulang pipih berkembang menjadi tulang dari membran, dan karena itu diberi nama tulang membran. Sedangkan tulang pipa berkembang dari tulang rawan, oleh karena itu disebut tulang kartilago (Pearce, 2007).
1. Pembentukan tulang dari membran
Membran jaringan ikat yang menjadi asal tulang pipih, misalnya tulang tengkorak, mendapat persendiaan darah yang sanagt berlimpah. Osifikasi atau pembentukan tulang mulai dari pusat-pusat tertentu dan berlangsung dengan cara perlipat-gandaan sel dalam membran sampai terbentuk sebuah jalinan halus dari tulang. Dengan demikian terbentuk tulang pipih yang terdiri atas dua lapisan jaringan tulang yang padat dan keras berlapis periosteum yang terpisah satu dengan yang lainnya oleh sebuah lapisan tulang interstisiil yang mirip jaringan tulang kansellus (bentuk jala) (Pearce, 2007).
2. Pembentukan tulang dari tulang rawan (osifikasi tulang rawan)
Sewaktu embrio berkembang semua tualng pipa pada mulanya berupa batang-batang tulang rawan yang diselubungi oleh perikhondrium (membran yang menutupi tulang rawan). Sebuah pusat osifikasi pertama yang disebut diafisis tampak di tengah jaringan yang kelak akan menjadi tulang –tulang pipa itu. Kalsium ditimbun dalam matriks dan sel-sel tulang berkembang. Perikhondrium menjadi periosteum dan dari sini sel tulang ditempatkan sedemikian rupa sehingga tulang dapat tumbuh, baik sirkumferens (melingkar) maupun memanjang. Karena fungsi periosteum itulah makaahli bedah sangat berhati-hati bila mengoperasi tulang, ia akan mengembalikan periosteum ke kedudukan semula., sebab dari sinilah pembentukan tulang baru berasal. Kini tulang yang sedang tumbuh itu terdiri atas batang (diafisis) dan dua ujung (epifisis) (Pearce, 2007).
Kemudian dalam proses perkembangan selanjutnya timbul sebuah pusat osifikasi kedua disetiap ujung atau epifisisnya. Dan selanjutnya osifikasi bermula dari sini dan meluas ke arah batang dan sekaligus juga ke arah ujung setiap epifisis. Ujung tulang tetap tertutup oleh tulang rawan hialin, yang menjadi tulang rawan sendi. Di antara batang (diafisis) dan setiap ujung (epifisis) tetap ada selapis tulang rawan. Lapisan ini disebut tulang rawan epifiseal yang tetap ada sampai tulang menjadi dewasa (Pearce, 2007).
Akromegali yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan fungsi lobus anterior dari kelnjar hipofisis. Bila terjadi sebelum tulang rwan epifiseal hilang, maka akibatnya terjadi gigantisme. Tetapi akromegali, bila terjadi sesudah osifikasi dari tulang rawan epifiseal selesai, maka hanya tulang-tulang tertentu yang terkena, yaitu tangan dan rahang (Pearce, 2007).
Dua jenis sel tulang terlibat dalam pembangunan tulang, yaitu osteoblast yang membangun tulang dan osteoklast yang menghancurkan tulang. Dengan jalan demikian bagian yang padat tetap terbentuk dan rongga-ronga serta saluran-saluran juga tersusun (Pearce, 2007).

Berdasarkan matriksnya, jaringan tulang dibedakan sebagai berikut:
1. tulang kompak merupakan tulang dengan matriks yang padat dan rapat, misalnya tulang pipa.
2. tulang spons merupakan tulang yang matriksnya berongga, misalnya tulang-tulang pipih dan tulang-tulang pendek (Pratiwi et al, 2004).
Menurut bentuknya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang ppa, tulang pendek, dan tulang pipih. Menurut (Pratiwi, 2004), ada pula tulang tak berbentuk.
1. Tulang pipa (tulang panjang)
Tulang pipa berbentuk tabung seperti pipa dan pada umumnya berongga. Di dalamnya berisi sumsum kuning. Di ujung tulang pipa terjadi perluasan yang berfungsi untuk berhubungan dengan tulang lain. Contoh tulang pipa adalah tulang betis, tulang kering, tulang hasta, dan tulang pengumpil.
Tulang pipa terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian tengah disebut diafisis, kedua ujung disebut epifisis, dan antara epifisis dan diafisis disebut cakra epifisis. Pada anak-anak cakra epifisis berupa kartilago yang mengandung osteoblas, sedangkan pada orang dewasa yang sudah tidak bertambah tinggi lagi, cakra epifisis sudah menulang. Osteoblas menempati rongga yang disebut rongga sumsum tulang. Di dalam tulang pipa terdapat osteoklas yang berfungsi untuk merombak tulang.
2. Tulang pipih
Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons, di dalamnya terdapat sumsum merah yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah dan sel darah putih. Kebanyakna tulang pipih menyususn dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindunga atau untuk memperkuat tulang. Contohnya adalah tulang rusuk, tulang belikat, dan tulang tengkorak.
3. Tulang pendek
Tulang pendek berbentuk kubus dan hanya ditemukan pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang. Tulang pipih bentuknya pendek dan di dalamnya berisi sumsum merah yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah dan sel darah putih.
4. Tulang tak berbentuk
Tulang tak berbentuk memiliki bentuk yang tak tertentu. Tulang ini terdapt di wajah dan tulang belakang.













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Proses pembekuan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a. Jaringan yang luka atau keping darah (trombosit) yang rusak akan menghasilkan tromboplastin atau trombokinase yang merupakan aktivator dari protombin.
b. Adanya trombokinase menyebabkan perubahan protombin menjadi enzim trombin.
c. Trombin bekerja sebagai enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang berupa benang-benang. Terbentuknya benang-benang fibrin yang bertautan mengakibatkan sel-sel darah merah dan plasma terjaring untuk membentuk bekuan itu sendiri.
2. Proses pembentukan tulang sejati terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Setelah kartilago terbentuk, bagian dalamnya akan berongga dan terisi osteoblas. Osteoblas juga menempati jaringan seluruhnya dan membentuk sel-sel tulang. Di sekeliling sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang. Nantinya di dalam senyawa protein ini terdapat pula senyawa kapur dan fosfor sehingga matriks tulang akan mengeras.






DAFTAR PUSTAKA
Karsono, E. 2006. Struktur Anatomi Tubuh Manusia. PT Sarana Panca Karya Nusa, Bandung.
Pearce, E. C. 2007. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia, Jakarta.
Pratiwi, Maryati, Srikini, Suharno, Bambang. 2004. Buku Penuntun Biologi SMA 2. Erlangga, Jakarta.

PEMECAHAN MASALAH KEYBOARD KOMPUTER KARET ELASTIS “QWERTY” DITINJAU DARI ASPEK ERGONOMI

A. Latar Belakang
Lingkungan hidup manusia sangat mempengaruhi perilaku manusia dalam menjalankan kehidupannya. Kehidupan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seiring dengan perkembangan zaman manusia selalu berusaha melakukan perubahan rancangan peralatan yang digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Tujuan dari perubahan rancangan tersebut adalah memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pemakainya (Irghandi, 2008).
Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain) umumnya diterapkan dalam ergonomi. Ergonomi merupakan studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal tersebut adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletak instrumen dan sistem pengendali agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan risiko kesalahan, serta upaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya risiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat (Nurmianto, 2008).
Keyboard merupakan alat input standar pada sebuah PC atau komputer. Beberapa tahun terakhir ini, pemakaian komputer menjadi hal biasa di masyarakat. Orang yang menggunakan komputer pasti menggunakan keyboard sebagai salah satu alat inputnya. Secara sekilas pemakaian keyboard bukan merupakan suatu hal yang sulit. Hal yang harus di perhatikan sebelum menggunakan keyboard pada PC adalah memastikan keyboard yang akan digunakan telah terhubung dengan baik pada PC. Setelah itu pemakai sudah bisa menggunakan keyboard tersebut (Kuswandi, 2009). Namun perlu diperhatikan perancangan dan pengembangan keyboard komputer yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan pada saat memakainya dan menciptakan rancangan atau desain keyboard komputer yang ergonomis.
Salah satu jenis keyboard komputer yang kurang ergonomis yaitu keyboard komputer karet elastis model ’QWERTY’. Keyboard ini dapat ditemukan di toko-toko aksesoris komputer. Kasus pemakaian keyboard ini ditemukan oleh penulis di salah satu kos mahasiswa di Yogyakarta. Pemakai harus melakukan penekanan yang keras pada jari-jari untuk dapat menampilkan huruf, angka, maupun simbol yang diinginkan pada monitor. Oleh karena itu, jika digunakan dalam waktu yang relatif lama akan menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari. Selain itu model keyboard ”QWERTY” menyulitkan dalam pengetikan serta menimbulkan nyeri otot pada bahu dan pergelangan tangan. Berdasarkan kasus tersebut maka penulis ingin memberikan informasi tentang keyboard karet elastis serta pemecahan masalahnya ditinjau dari aspek ergonomi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimana pemecahan masalah keyboard karet elastis ditinjau dari aspek ergonomi.
C. Tujuan
1. Memberikan informasi tentang keyboard karet elastis ditinjau dari aspek ergonomi.
2. Memberikan informasi tentang pemecahan masalah keyboard karet elastis ditinjau dari aspek ergonomi.
D. Tinjauan Teori
1) Perancangan Keyboard Komputer
Keyboard atau papan ketik, sebagai media interaksi antara user atau pemakai dengan mesin. Keyboard merupakan sebuah papan yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbol-simbol khusus lainnya pada komputer. Keyboard dalam bahasa Indonesia artinya papan tombol jari atau papan tuts (Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, 2005).
Keinginan akan adanya suatu standarisasi telah memberikan perkembangan yang cukup berarti bagi perancangan keyboard. Jika kita telah mempelajari keyboard yang standar, kemudian menginginkan untuk dapat mempelajari keyboard jenis baru maka menghabiskan dana yang tidak sedikit jumlahnya (Nurmianto, 2008). Seperti halnya keputusan Amerika Serikat untuk tetap menggunakan keyboard ”QWERTY” dalam Standard Institute pada tahun 1968 dan melalui ISO pada tahun 1971. Keputusan ini lebih banyak dipengaruhi masalah ekonomi, yaitu dalam hal mengurangi biaya pelatihan baru bila harus memakai keyboard jenis ”KLOCKENBERG” maupun jenis ”DVORAK” (Kuswandi, 2009).
Menurut Kuswandi (2009), berdasarka sejarahnya papan ketik atau keyboard di temukan pada tahun 1864. Kemudian di patenkan oleh seorang Amerika yang bernama Christopher Latham Sholes pada tahun 1868. Keyboard memiliki banyak jenis, yaitu :
a. Keyboard “QWERTY”
Keyboard ini merupakan keyboard yang kita kenal sekarang ini. Nama resmi keyboard ini adalah “QWERTY” yang di ambil dari enam huruf pertama pada “Home Row” yaitu istilah dari deretan alfabet kedua pada papan ketik (Kuswandi, 2009). Sekitar 100 tahun setelah diperkenalkannya mesin ketik, keyboard “QWERTY” banyak dikenal orang dimana-mana. Perancangan keyboard ini bukan bermaksud untuk mempercepat proses ketik namun secara empiris hanyalah agar operator dapat kerja dan menghindari kesulitan dalam sistem mekanis pengetikan pada saat itu. Salah satu hasilnya berupa pembebanan jari-jemari yang tidak sesuai atau tidak merata (Nurmianto, 2008).
Layout “QWERTY” ini sebelumnya telah digunakan pada mesin ketik terdahulu sebelum komputer dibuat. Layout yang pertama kali dibuat bukanlah “QWERTY”, melainkan sebuah layout yang didasarkan pada urutan alfabet latin (ABCDE, dan seterusnya). Hal tersebut masih tampak pada tata letak keyboard yang dipakai sekarang, contohnya huruf-huruf “DFGHJKL” dan “MN”yang diletakkan berurutan. Akan tetapi, layout keyboard tersebut menimbulkan masalah pada mesin ketik. Mesin ketik–mesin ketik awal yang pertama-tama dibuat tidaklah seperti keyboard yang bisa dipakai secepat kita mau. Bila menggunakan mesin ketik tersebut, seseorang yang dapat mengetik dengan cepat akan kesulitan karena mesin ketik yang dipakainya sering macet karena “kaki-kaki” mesin ketik tersebut akan sering beradu dan mengakibatkan macetnya mesin ketik tersebut (Kuswandi, 2009).
Berawal dari masalah tersebut, seorang ahli pembuat keyboard mengubah susunan alfabet pada keyboard tersebut. Huruf-huruf yang sering dipakai di bahasa (bahasa Inggris), dijauhkan. Huruf “A” diletakkan paling kiri, huruf “E” juga di diletakkan di tempat yang sulit dijangkau. Perubahan-perubahan lain pun dilakukan dan hasilnya jadilah layout “QWERTY” ini. Layout membuat para pengetik mengetik lebih lambat sehingga macetnya mesin ketik dapat dikurangi. Memang kedengaran aneh, membuat layout yang memperlambat proses pengetikan. Tapi pada saat itu, memperlambat pengetikan artinya mencegah macetnya mesin ketik dan mempercepat proses mengetik. Ketika komputer dibuat dan keyboard untuk komputer mulai dirintis, layout “QWERTY” tetap dipertahankan. Sehingga walaupun masalah macetnya mesin ketik sudah tidak ada, pengguna keyboard sekarang tetap harus mengetik dengan keyboard yang memperlambat mereka (Kuswandi, 2008).







Gambar 1. Keyboard “QWERTY”

Keyboard ini sekarang telah banyak kembali digemari orang dan dijadikan alternatif lain di samping “QWERTY” oleh the American National Standards Institute (ANSI) yaitu suatu institusi mengenai standarisasi produk nasional yang berkedudukan di Amerika. Perancangan yang distandarkan tersebut telah dipakai dimana-mana secara sporadic terhadap pengembangan perancangan produk terhadap model ”QWERTY” (Nurmianto, 2008). Sehingga menurut Kuswandi (2009), masalah nyeri otot masih tetap akan muncul pada pemakaian keyboard ”QWERTY”.
b. Keyboard “DVORAK”
Keyboard ini merupakan keyboard yang lebih disederhanakan (simplified keyboard). Rancangan ini diusulkan oleh Dvorak dan teman-temannya pada tahun 1936 pada saat keyboard dengan system mekanis masih banyak dipakai. Kemudian keyboard ini lebih dikenal sebagai keyboard ”DVORAK” (Nurmianto, 2008).
Keyboard ini dibuat berdasarkan prinsip kerja biomekanis dan efisiensi. Susunan letak tombol hurufnya dibuat hampir mirip dengan keyboard “QWERTY” tapi ada perubahan susunan sehingga jari yang lebih banyak bekerja adalah jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Hampir 70% huruf-huruf yang lebih sering digunakan diletakkan di tengah sehingga kelelahan jari-jari saat penggunaan sangat banyak berkurang (Kuswandi, 2008).





Gambar 2. Susunan huruf pada keyboard ”DVORAK”

Keyboard “DVORAK” telah diatur kembali peletakan hurufnya sehingga relative pembebanan pada jari lebih merata. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barnes pada tahun 1980, kata yang dapat diketik pada bagian tengah keyboard ”DVORAK” adalah 300 kata, sedangkan pada ”QWERTY” hanya dapat 100 kata saja (Nurmianto, 2008).
c. Keyboard “KLOCKENBERG”
Keyboard ”KLOCKENBERG” dibuat dengan maksud menyempurnakan jenis keyboard yang sudah ada, yaitu dengan memisahkan kedua bagian keyboard (bagian kiri dan kanan). Bagian kiri dan kanan keyboard dipisahkan dengan sudut 15 derajat dan dibuat miring ke bawah. Selain itu, keyboard ”KLOCKENBERG” mempunyai tombol-tombol yang dibuat lebih dekat (tipis) dengan meja kerja sehingga terasa lebih nyaman. Keyboard ”KLOCKENBERG” tampak lucu karena dipisahkan bagian kiri dan kanannya yang relatif lebih banyak memakan ruang. Walaupun demikian, keyboard ”KLOCKENBERG” sudah lebih baik dalam hal pengurangan beban pada jari dan lengan. Hal ini dapat mengurangi nyeri otot pada bahu dan pergelangan tangan (Kuswadi, 2009).






Gambar 3. bentuk keyboard menyerupai huruf ”K”
pada keyboard ”KLOCKENBERG”
Perancangan keyboard ini merupakan perancangan produk untuk keyboard yang ergonomic. Tujuan perancangan produk keyboard ”KLOCKENBERG” adalah untuk memindahkan huruf yang lebih sering dipakai ke bagian tengah keyboard (home row). Perbandingan pemakaian satu jari yang berlebihan dapat dikurangi menjadi 9:1 jika dibandingkan dengan ”QWERTY”. Pergerakan satu jari dari baris ke baris lain dalam satu keyboard dan langkah ketik yang berlebihan telah berkurang menjadi 256:1. Sedangkan tinggi (tebal) keyboard telah dirubah dan disesuaikan dengan bentuk dan anatomi tangan pemakainya Kemudian huruf “E” dapat diaktifkan dengan ibu jari sebelah kiri (Nurmianto, 2008).
2) Ketebalan Keyboard Komputer
Menurut Nurmianto (2008), agar keyboard tetap pada ketinggian atau lebih rendah dari tinggi siku, maka hendaknya dirancang ketebalan keyboard yang seminimum (tipis) mungkin. Hal ini bertujuan untuk perancangan stasiun kerja computer. Teknologi modern sekarang ini menghendaki keyboard yang tipis dan standar yang dikelurkan oleh negara Jerman (DIN 66234) merekomendasikan ketebalan maksimum sebesar 30 mm dan hal itu telah diterima oleh masyarakat dunia.
3) Umpan Balik dari Tombol Jari (Keys)
Menurut Nurmianto (2008), perancangan tombol jari pada keyboard modern adalah lebih sedikit dalam penggunaan energi atau gayanya dan lebih tenang (tidak gaduh). Untuk meningkatkan kerja operatornya maka diperlukan umpan balik dalam bentuk seperti :
a. Kinestetik (kinesthetic), yaitu gaya dan gerakan yang berbeda.
b. Taktil (tactile), yaitu adanya perbedaan gaya tekan jika tombol tekan jari diaktifkan, biasanya dengan adanya perbedaan dalam penekanan antara satu tombol dengan tombol yang lainnya.
c. Auditory, yaitu adanya suara (bunyi) tertentu jika operator melakukan kesalahan.
4) Kecepatan Tekan Tombol
Penelitian keyboard selama ini lebih diprioritaskan pada kecepatan ketik (tekan tombol), bukan pada analisa kelelahan kerja operator. Walaupun ada beberapa sistem komputer yang memonitor terhadap kecepatan ketiknya. Sementara itu, prosedur manajemen menghendaki operator agar mempunyai kecepatan ketik yang tinggi, namun yang terbaik adalah memberikan peluang pada operator untuk berkinerja pada kondisi normalnya tanpa memonitornya (Nurmianto, 2008).
E. Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Bahan keyboard karet elastis adalah karet yang elastis.
2. Bentuk keyboard karet elastis persegi panjang dengan model ”QWERTY”.
3. Ketebalan keyboard karet elastis kurang lebih 20 mm.
4. Saat pengetikan memerlukan penekanan yang keras pada jari-jemari untuk dapat menampilkan huruf yang dikehendaki pada monitor sehingga memerlukan waktu yang lama dalam pengetikan serta jika digunakan dalam waktu yang relatif lama bisa menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari.
5. Penekanan tombol ”enter” dan ”spasi” lebih ringan jika dibandingkan dengan tombol yang lain.
6. Adanya suara (bunyi) tertentu jika operator melakukan kesalahan.
7. Suara tombol tidak menimbulkan gaduh.
8. Gaya dan gerakan dalam pengetikan berbeda-beda pada setiap tombol.





Gambar 4. Susunan huruf
keyboard karet elastis model ”QWERTY”
F. Pembahasan
1) Model Keyboard Komputer
Model keyboard pada keyboard karet elastis adalah ”QWERTY”. Menurut Nurmianto (2008), perancangan keyboard ”QWERTY” secara empiris hanyalah agar operator dapat bekerja dan menghindari kesulitan dalam sistem mekanis pengetikan. Hasil dari perancangan keyboard model ini adalah pembebanan yang tidak sesuai (tidak merata). Kuswandi (2009) mengatakan, orang yang belum terbiasa dengan keyboard ”QWERTY” dan sudah terbiasa akan menganggap bahwa layout pada keyboard ”QWERTY” terasa sulit untuk mengetik karena letak alfabetnya yang acak dan tak beraturan. Layout tersebut tidak dapat mengoptimalkan kinerja kerja sepuluh jari manusia. Sehingga model keyboard ”QWERTY” kurang ergonomis jika digunakan. Walaupun keputusan Amerika Serikat untuk tetap menggunakan keyboard ”QWERTY” dalam Standard Institute pada tahun 1968 dan melalui ISO pada tahun 1971 namun masalah nyeri otot masih tetap muncul pada pemakaian keyboard ”QWERTY”.
Susunan huruf yang baik pada keyboard adalah susunan huruf seperti pada keyboard ”DVORAK”. Keyboard ini telah diatur kembali peletakan hurufnya sehingga pembebanan pada jari-jemari lebih merata jika dibandingkan dengan keyboard ”QWERTY”. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Barnes pada tahun 1980, kata yang dapat diketik pada bagian tengah keyboard ”DVORAK” adalah 300 kata, sedangkan pada ”QWERTY” hanya dapat 100 kata saja (Nurmianto, 2008). Jari yang lebih banyak bekerja adalah jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Hampir 70% huruf -huruf yang lebih sering di gunakan di letakkan di tengah sehingga kelelahan jari-jari saat penggunaan sangat banyak berkurang (Kuswandi, 2009).





Gambar 5. Perbandingan antara efisiensi mengetik
antara keyboard ”QWERTY” (kiri) dan keyboard ”DVORAK” (kanan)
Bentuk keyboard karet elastis adalah persegi panjang. Menurut Nurmianto (2008), salah satu perancangan produk untuk keyboard yang ergonomis adalah keyboard model-K. Menurut Kuswandi (2009), bentuk seperti huruf ”K” yang ada pada keyboard ”KLOCKENBERG”. Keyboard ”KLOCKENBERG” lebih nyaman digunakan karena mempunyai tombol-tombol yang dibuat lebih dekat (tipis) dengan meja kerja. Walaupun memakan banyak ruang, pada keyboard ”KLOCKENBERG” terdapat pengurangan beban pada jari dan lengan sehingga dapat mengurangi nyeri otot pada bahu dan pergelangan tangan.
Pada keyboard ”KLOCKENBERG” huruf yang lebih sering dipakai dipindahkan ke bagian tengah keyboard (home row), sehingga perbandingan pemakaian satu jari yang berlebihan dapat dikurangi menjadi 9:1 jika dibandingkan dengan ”QWERTY”. Pergerakan satu jari dari baris ke baris lain dalam satu keyboard dan langkah ketik yang berlebihan telah berkurang menjadi 256:1. Sedangkan tinggi (tebal) keyboard telah dirubah dan disesuaikan dengan bentuk dan anatomi tangan pemakainya (Nurmianto, 2008). Meski keyboard ”KLOCKENBERG” lebih terlihat menguntungkan dan ergonomis, namun menurut Alexander (2009), bentuk keyboard ini hanya ada di mesin-mesin elektronik tertentu buatan Eropa, sehingga biaya untuk perancangan desain baru relatif mahal. Berdasarkan hal tersebut maka bentuk yang digunakan pada keyboard karet elastis adalah bentuk asli keyboard ”DVORAK” yaitu persegi panjang (sama dengan bentuk aslinya). Menurut Alexander (2009), terdapat satu-satunya pengakuan dari ANSI (American National Standard Institute) yang menyetujui susunan keyboard ”DVORAK” sebagai versi “alternatif” di sekitar tahun 1970.
2) Ketebalan Keyboard Komputer
Ketebalan keyboard karet elastis adalah 20 mm. Menurut Nurmianto (2008), agar keyboard tetap pada ketinggian atau lebih rendah dari tinggi siku (untuk maksud perancangan stasiun kerja komputer), maka ketebalan keyboard hendaknya seminimum (tipis) mungkin. Teknologi modern sekarang ini menghendaki keyboard yang tipis dan standar yang dikelurkan oleh negara Jerman (DIN 66234) merekomendasikan ketebalan maksimum sebesar 30 mm dan hal itu telah diterima oleh masyarakat dunia. Berdasarkan hal tersebut maka ketebalan keyboard karet elastis (20 mm) sesuai dengan standar.
3) Umpan Balik dari Tombol Jari (Keys)
Menurut Nurmianto (2008), perancangan tombol jari pada keyboard modern lebih sedikit dalam penggunaan energi atau gayanya dan lebih tenang (tidak gaduh). Pada keyboard karet elastis hal yang sudah sesuai yaitu suara akibat penggunaan energi dan gaya yang tidak menimbulkan gaduh. Namun hal yang kurang sesuai dan tidak ergonomis yaitu penggunaan energi yang besar dalam penekanan tombol-tombol dengan jari. Sehingga diperlukan rancangan yang dapat memonitor kinerja operator atau pemakai pada kondisi normal. Hal ini terkait dengan bahan yang digunakan pada keyboard karet elastis. Bahan yang seharusnya digunakan adalah bahan cukup keras untuk membantu penekanan, namun tidak menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari. Bahan yang dimaksud adalah bahan yang digunakan pada keyboard pada umumnya (bukan karet elastis).
Umpan balik yang sudah diberikan untuk meningkatkan kerja operatornya adalah ketiga umpan balik yangada, yaitu kinestetik (kinesthetic), taktil (tactile),dan auditory.
a. Kinestetik (kinesthetic)
Yaitu gaya dan gerakan yang berbeda. Keyboard karet elastis sudah mempunyai umpan balik ini. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan gaya dan gerakan masing-masing tombol dalam pengetikan. Gerakan yang dimaksud adalah gerakan jari-jemari dalam menekan tombol-tombol keyboard.
b. Taktil (tactile)
Yaitu adanya perbedaan gaya tekan jika tombol tekan jari diaktifkan, biasanya dengan adanya perbedaan dalam penekanan antara satu tombol dengan tombol yang lainnya. Keyboard karet elastis sudah terdapat umpan balik ini, yaitu terdapat perbedaan penekanan antara tombol ”enter” dan ”spasi”. Penekanan kedua tombol tersebut lebih ringan.
c. Auditory
Yaitu adanya suara (bunyi) tertentu jika operator melakukan kesalahan. Hal ini juga sudah ada pada keyboard karet elastis. Suara (bunyi) berfungsi untuk memonitor operator atau pengguna untuk meminimalisasi kesalahan dalam pekerjaan.
4) Kecepatan Tekan Tombol
Berbagai bentuk dan pengembangan dari komputer khususnya yang berkaitan dengan keyboard sebagai media input pengetikan terus terjadi sampai saat ini, sehingga muncul beberapa bentuk baru keyboard yang bertujuan untuk mempermudah pemakai dalam melakukan pengetikan dengan lebih santai dan lebih nyaman (Adipranata, et al, 2006). Namun bentuk baru pada keyboard karet elastis mempersulit pemakai dalam menggunakannya. Karena pemakai harus melakukan penekanan yang keras pada tombol-tombol keyboard untuk dapat menampilkan huruf, angka, maupun simbol yang diinginkan pada monitor. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit pada jari-jemari yang digunakan untuk menekan tombol-tombol keyboard serta waktu yang digunakan untuk mengetik relatif lama karena kecepatan ketik (tekan tombol) lambat.
Sama halnya dengan perancangan tombol jari (keys), masalah kecepatan tekan tombol juga terdapat pada bahan yang digunakan pada keyboard karet elastis. Bahan yang digunakan pada keyboard karet elastis seharusnya cukup keras keras untuk membantu penekanan, namun tidak menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari. Bahan yang dimaksud adalah bahan yang digunakan pada keyboard pada umumnya (bukan karet elastis).
G. Kesimpulan
1. Keyboard karet elatis ditinjau dari aspek ergonomi :
• Susunan huruf keyboard ”QWERTY” yang dipakai pada keyboard karet elastis tidak ergonomis karena dapat menimbulkan nyeri otot bahu dan pergelangan tangan.
• Umpan balik dari tombol jari (keys) dalam bentuk kinestetik (kinesthetic), taktil (tactile), dan auditory sudah terdapat pada keyboard karet elastis.
• Bahan karet elastis yang digunakan pada keyboard karet elastis kurang sesuai, karena membuat pengguna melakukan penekanan dengan energi yang besar untuk dapat menampilkan huruf, angka, atau simbol yang dikehendaki pada monitor sehingga menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari jika digunakan dalam waktu yang relatif lama.
• Ketebalan keyboard karet elastis sudah sesuai dengan standard yaitu kurang dari 30 mm.
2. Pemecahan masalah keyboard karet elastis ditinjau dari aspek ergonomi yaitu perancangan keyboard dengan kriteria sebagai berikut :
• Susunan huruf dan bentuk menggunakan keyboard ”DVORAK” yaitu berbentuk persegi panjang sesuai dengan bentuk keyboard karet elastis aslinya.
• Umpan balik dari tombol jari (keys) dalam bentuk kinestetik (kinesthetic), taktil (tactile), dan auditory tetap digunakan.
• Bahan yang digunakan seharusnya bukan karet elastis, tapi bahan yang biasa digunakan pada keyboard pada umumnya yang cukup keras namun tidak menimbulkan rasa sakit pada jari-jemari.
• Ketebalan keyboard kurang dari 30 mm (sesuai standar).
H. Daftar Pustaka
Adipranata, R, et al. 2006. Pembuatan Aplikasi untuk Melatih dan Menguji Kecepatan serta Ketepatan Pengetikan dengan Sistem Score Berbasis Sistem Fuzzy.
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1460/1230, diakses tanggal 4 April 2010.
Alexander, T. 2009. Sejarah Keyboard Komputer QWERTY. http://un2kmu.wordpress.com/2009/09/22/sejarah-keyboard-komputer-qwerty/, diakses tanggal 4 April 2010.
Irgandi, R. 2008. Perancangan Meja dan Kursi Berdasarkan Jenis Praktikum Ditinjau dari Aspek Ergonomi dan Metode Quality Function Deployment (QFD). http://one.indoskripsi.com/node/6757, diakses tanggal 3 April 2010.
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi. 2005. Keyboard. http://www.total.or.id/info.php?kk=Keyboard, diakses tanggal 4 April 2010.
Kuswandi, Z. 2009. History of Keyboard.
http://zepri.ngeblogs.com/2009/07/13/hello-world/, diakses tanggal 3 April 2010.
Nurmianto, E. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasi. Penerbit Guna Widya, Surabaya.