WELCOME TO MY BLOG

Semua ini adalah proses belajar...
Penuh kekurangan...
Semoga bermanfaat...

Selasa, 10 April 2012

Pasca UU BPJS, akankah Universal Health Coverage terwujud?



Proporsi penduduk Indonesia yang belum memiliki jaminan kesehatan pada Tahun 2012 tercatat sebanyak 37% dari seluruh penduduk Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah penduduk yang sulit mengakses pelayanan kesehatan salah satunya karena faktor infrastruktur (daerah terpencil) dan dana (kemiskinan). Kaum minoritas seperti penderita HIV/AIDS juga sulit mengakses jaminan kesehatan.

Hal ini tentu harus menjadi perhatian terlebih setelah disahkannya UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosisal atau BPJS (BPJS kesehatan oleh PT Askes dan BPJS Ketenagakerjaan oleh PT Jamsostek) yang menjadi langkah awal untuk mencapai universal health coverage (UHC). Pertanyaannya, apakah Tahun 2014 sebagai awal pelaksanaan BPJS, semua yang belum mempunyai jaminan sudah terjamin kesehatannya? Apakah sistem BPJS akan memudahkan mereka dalam mengakses pelayanan kesehatan?

Seharusnya sesuai dengan visi UHC (seperti di India) yang bersifat universal, ekuitas, tidak ada pengecualian, dan non-diskriminasi, semua penduduk tanpa kecuali tidak dipersulit dalam mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan jaminan kesehatan. Mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang rasional dan berkualitas, mendapatkan perlindungan hak-hak pasien, dan adanya transparansi. UHC harus mencapai cakupan untuk berbagai kelompok populasi, baik rakyat miskin, publik, maupun swasta seperti UHC di Thailand yang sudah mencapai berbagai kelompok tersebut Tahun 2001.

Setelah adanya UU BPJS dan pelaksanaan BPJS nantinya perlu memastikan adanya jaminan kesehatan semesta baik pada pelayan primer, sekunder, maupun tersier yang merupakan hak setiap warga Negara. Sistem UHC harus dipastikan lebih adil dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan termasuk penyediaan tempat tidur bagi pasien untuk mendukung pelayanan kesehatan sekunder dan tersier. Menurut data kekurangan tempat tidur untuk UHC di Indonesia adalah 100.000 tempat tidur.

Selain itu perlu dalam memastikan kepatuhan terhadap kualitas jaminan oleh penyedia pelayanan kesehatan di sema tingkat pelayanan. Ini perlu didukung dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) untuk melengkapi penyedia layanan kesehatan.

Memang dirasa sulit mencapai UHC jika tidak ada komitmen yang kuat baik dari pemerintah pusat maupun daerah yang sudah mengcover penduduknya dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sebanyak 68%, melebihi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)yang hanya 20% (data 2010). Tentu semua pihak berharap bahwa setelah adanya BPJS Tahun 2014, ada perbedaan dalam akses pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan terutama bagi yang belum memiliki jaminan kesehatan saat ini termasuk 'kaum minoritas'. Jangan sampai BPJS hanya sekedar wacana dan ‘gengsi’ semata.

Lowongan Kuliah Gratis di Perguruan Tinggi Kedinasan RI

Di bawah ini tersedia informasi yang berguna bagi anak/keponakan/adik kita yang saat ini sedang duduk di bangku kelas 3 SMA.

Perguruan Tinggi Kedinasan ini menyediakan pendidikan tinggi tanpa membebani biaya kuliah kepada orang tua. Selain itu, setelah tamat kuliah akan langsung ditempatkan di Kementerian/Lembaga RI yg terkait:

1. STIS – di bawah Badan Pusat Statistik (dapat uang saku per bulannya Rp. 850.000). Pendaftaran online (di www.stis.ac.id). Lokasi kuliah Jakarta

2. AKAMIGAS-STEM – Akademi Minyak dan Gas Bumi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI. Lokasi kuliah di Cepu, Jawa Tengah (Kawasan Rig dan pengeboran minyak) – Info bisa dilihat di www.akamigas-stem.esdm.go.id

3. MMTC – Sekolah Tinggi Multi Media Training Center di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo). Pendaftaran online (di www.mmtc.ac.id). Lokasi kuliah di Yogyakarta

4. STSN – Sekolah Tinggi Sandi Negara – di bawah Lembaga Sandi Negara. Pendaftaran online diwww.stsn-nci.ac.id. Lokasi kuliah di Bogor

5. STKS – Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial di bawah Kementerian Sosial RI. Pendaftaran offline di Kemenkes RI, Bandung, Yogyakarta, Padang, Banjarmasin, Makassar, Jayapura, Palu. Info di: www.stks.ac.id

6. STPN – Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional di bawah Badan Pertanahan Nasional RI. Pendaftaran online di www.stpn.ac.id. Lokasi kuliah di Yogyakarta

7. IPDN – Institut Pemerintahan Dalam Negeri di bawah Kementerian Dalam Negeri RI. Pendaftaran offline di Bagian Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia. Lokasi kuliah di Jakarta, Pekanbaru, Manado, Bukittinggi & Makassar.

8. AKIP – Akademi Ilmu Permasyarakatan di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Pendaftaran online di www.depkumham.go.id atau www.ecpns-kemenkumham.go.id Lokasi kuliah di Depok.

9. STTT – Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil di bawah Kementerian Perindustrian RI bekerja sama dengan Pemerintah Jerman. Pendaftaran offline langsung ke kampus STTT.


Mohon bantuannya u/menyebarkan informasi ini kepada kawan atau kerabat maupun pihak lain yang membutuhkan informasi ini.

Terima kasih.

(sumber: milis fkm ui)

Senin, 09 April 2012

Unit Cost di Rumah Sakit, perlukah?




Unit cost diartikan sebagai biaya per unit produk atau biaya per pelayanan dan dapat didefinisikan sebagai hasil pembagian antara total cost yang dibutuhkan dengan jumlah unit product yang dihasilkan. Produk yang dimaksud dapat berupa barang/jasa.

Unit cost merupakan salah satu bagian dari teori ‘akuntansi biaya’ yang dianggap penting untuk dikembangkan di Rumah Sakit (RS) untuk pengambilan keputusan internal. Manajemen RS dapat memanfaatkan informasi yang dihasilkan oleh unit cost sebagai dasar penentuan, menilai efisiensi pelayanan, bahkan dapat digunakan pula sebagai dasar negosiasi dengan stakeholders. Namun yang terjadi, unit cost tidak dipakai sebagai pengambilan keputusan pembiayaan RS. Oleh karena itu muncul argument “unit cost tidak diperlukan”, yang penting justru ATP (Ability to Pay) dan WTP (Willingness to Pay). Unit cost hanya intern dalam RS yang bisa dikatakan hanya formalitas saja. Di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tidak ada yang membahas mengenai unit cost. Sebagai perbandingan, China lebih memilih menggunakan target cost daripada unit cost.

Hal lain yang perlu diketaui adalah “unit cost bukan untuk pricing”, namun penghitungan unit cost harus diketahui untuk kepentingan internal. Perlu diketahui bahwa antara costing dan pricing merupakan hal yang berbeda. Costing tidak mempengaruhi pricing, tidak ada kaitannya sama sekali. Unit cost lebih banyak pada manajemen aktivitas, biaya. Permasalahan costing dan pricing tidak hanya terjadi di RS, di dalam pelayanan kesehtan lain juga belum ada yang menuliskan mekanisme tentang anggaran kesehatan. Model costing yang digunakan juga belum tepat.

Pemimpin RS harus mengambil keputusan berdasarkan evidence dan untuk menyetujui argument tersebut tentu juga perlu adanya evidence mengenai tidak perlunya unit cost dalam RS. Jangan sampai argument disetujui dan diaplikasikan namun merugikan masyarakat dan pihak terkait.


--Disampaikan dalam diskusi ilmiah Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KP-MAK)
(tiwi.po)