WELCOME TO MY BLOG

Semua ini adalah proses belajar...
Penuh kekurangan...
Semoga bermanfaat...

Rabu, 06 Januari 2010

Manjemen Pelayanan Kesehatan (PT J amsostek)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT. Jamsostek selaku Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial bagi tenaga kerja harus dapat memberikan kontribusi dalam membantu peningkatan perekonomian nasional melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja secara optimal, sehingga dunia usaha senantiasa dapat tumbuh dan berkembang, hal ini dapat dicapai dengan adanya kepastian akan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya saat sebagian atau seluruh penghasilannya terputus akibat resiko-resiko sosial, antara lain; kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan meninggal dunia (Jamsostek, 2009). Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek merupakan salah satu program yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan dikukuhkan melalui Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995, sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. PT Jamsostek (Persero) menyelenggarakan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diberikan dalam bentuk tabungan hari tua, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) diberikan dalam bentuk ganti rugi, Jaminan Kematian (JKM) diberikan dalam bentuk santunan kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jamsostek, 2002).
Adanya jaminan biaya untuk pelayanan kesehatan diharapkan tenaga kerja maupun keluarganya yang sakit atau kecelakaan dengan segera dapat diobati sehingga cepat sembuh atau penyakitnya tidak bertambah parah. Dengan terjaminnya kesehatan tenaga kerja beserta keluarganya diharapkan tenaga kerja mampu bekerja dengan produktivitas yang tinggi. Tetapi dalam pelaksanaan program tersebut masih dijumpai berbagai masalah sehingga program yang diharapkan memberikan ketenangan bagi tenaga kerja beserta keluarganya ternyata menimbulkan kekecewaan justru pada saat mereka membutuhkan pelayanan. Masalah-masalah tersebut akhirnya menjadi biang keladi kekecewaan para peserta, kemudian ketidak percayaan pada program JPK maupun JAMSOSTEK, yang pada akhirnya dapat menimbulkan pemutusan kepesertaan atau keluar dari program JPK (Sulastomo, 2007).
Jaminan sosial bidang kesehatan masih belum memperoleh perkembangan yang memadai jika dibandingkan dengan jaminan social yang lain. Di banyak negara berkembang jaminan hari tua (pension), kecelakan kerja, kematian, telah mendahului dan baru jaminan kesehatan menyusul kemudian. Meskipun demikian lebih dari 50% dari Negara-negara berkembang telah menyelenggarakan jaminan kesehatan, yaitu 20 negara di Amerika Latin, 14 negara Afrika dan 12 negara Asia. Jumlah ini meliputi 48 negara dari 90 negara berkembang menurut kriteria Bank Dunia. Negara-negara yang termasuk baru dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan ini adalah Korea Selatan (1977), Filipina (1969) dan Mesir (1964). Negara-negara Amerika Latin relatif lebih maju dan berpengalaman dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan ini (Sulastomo, 2007).

B. Tujuan
1. Mengetahui sistem manajemen dalam Jamsostek.
2. Mengetahui penerapan manajemen di Jamsostek.
3. Mengetahui pelayanan yang diberikan di Jamsostek.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi jaminan social atau social security sulit didefinisikan secara tepat. Masalah ini terlepas dari perkembangan system yang terjadi di negara-negara yang bersangkutan. Tetapi social security antara lain diartikan sebagai suatu jaminan sosial dengan ciri-ciri tertentu. Social security harus bersifat tidak mencari keuntungan dan dari segi keanggotan adalah wajib karena itu dari segi hukum harus ada undang-undang atau perundang-undangan yang menjamin. Konsep itu dibedakan dengan bantuan sosial, karena bantuan sosial memang diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang kurang mampu (Sulastomo, 2007).
Menurut PT. Jamsostek (2008), Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme Asuransi Sosial. Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 Tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran. Program Jamsostek memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat, khususnya tenaga kerja, jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh oleh program Jamsostek, terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersakin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.
Program Jamsostek kepesertaannya diatur secara wajib melalui UU No. 3/1992 sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam PP No. 14/1993 Kepres No. 22/1993 dan Permenaker No. Per-12/Men/VI/2007 (Jamsostek, 2009).


Filosofi Jamsostek antara lain:
• Kemandirian : tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia.
• Harga diri : Jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain (Jamsostek, 2009).
Menurut Konvensi ILO Tahun 1952, tenaga kerja harus mendapatkan:
a. Jaminan Sakit
b. Jaminan Bersalin
c. Jaminan Kecelakaan Kerja
d. Jaminan Hari Tua
e. Jaminan Kematian
f. Pensiunan
g. Tunjangan Pengangguran (Jamsostek, 2009)
h. Cacat sementara / tetap
Berdasarkan Konvensi dari ILO tersebut, maka PT. Jamsostek memberikan pelayanan berupa:
1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
2. Jaminan Kematian
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Kecelakaan Kerja (Jamsostek, 2009)
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program Jamsostek dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui usaha kesehatan. Melalui program JPK tenaga kerja bergotong royong mengumpulkan dana, sehingga mereka yang sehat dapat membantu yang sakit, dan mereka yang berpenghasilan lebih besar membantu mereka yang berpenghasilan lebih kecil. Jadi melalui program JPK biaya untuk pelayanan kesehatan tidak lagi menjadi masalah bagi tenaga kerja (Jamsostek, 2002). UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja. Perundangan yang melengkapi undang-undang itu (PP 14/1992 dan kemudian PP 36/1994) menetapkan kewajiban bagi perusahaan dan tenaga kerja untuk menjadi peserta program jamsostek, termasuk program JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan). Kepesertaan dalam program ini bersifat wajib bagi perusahaan dan tenaga kerja dengan syarat-syarat tertentu, dengan iuran yang ditetapkan secara proporsional dari gaji tenaga kerja, yang pembayarannya menjadi kewajiban perusahaan/pemberi kerja (Sulastomo, 2007).
Masalah-masalah pokok dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan antara lain:
1. Hampir semua negara menghadapi masalah kurangnya jumlah sarana yang tersedia.
Menghadapi masalah itu, untuk penyelenggaraan jaminan kesehatan mereka mendirikan fasilitas-fasilitas sarana kesehatan yang baru. Untuk mendirikan sarana kesehatan sudah tentu diambil dana dari para peserta jaminan kesehatan sendiri. Gambaran seperti ini dikatakan sebagai direct medical care pattern. Akibatnya, dana yang tersedia habis untuk mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan, dan apabila sarana kesehatan sudah berdiri, juga perlu biaya untuk operasionalisasi sarana-sarana kesehatan tersebut. Dipihak lain adalah indirect medical care pattern dimana untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka jaminan pelayanan kesehatan, digunkan kesehatan yang sudah ada baik pemerintah maupun swasta.
Baik direct maupun indirect (sebenarnya) ada segi positif dsan negatifnya. Direct pattern memerlukan biaya investasi yang besar pada awalnya dan kemampuan pengelolaan yang baik, tetapi memudahkan “pengawasan” dari segi pelayanan kesehatan dan biaya. Apabila kemampuan pengelolaan itu ada, seperti halnya yang dilaksanakan oleh Kaiser Permanente Health Plan yang terkenal di pantai barat AS, maka pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien. Sebaliknya, pada inderect pattern meskipun biaya investasi tidak ada dan dari segi pengelolaan lebih mudah, tetapi kemungkinan penyalahgunaan dan kontrol biaya lebih sukar. Karena itu dalam menempuh jalan yang efisien banyak diterapkan modifikasi dari indirect pattern atau campuran antara indirect dan direct pattern.
2. Aspek perencanaan penyelenggaraan dan koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan jaminan kesehatan ternyata menyangkut berbagai bidang birokrasi pemerintah setidak-tidaknya menyangkut masalah sosial kesehatan tenaga kerja, keuangan dan lain sebagainya.
Jaminan kesehatan yang merupakan bagian dari dari jaminan social secara keseluruhan, sering menjadi wewenang Departemen Kesehatan, tetapi ada juga yang ada dibawah Departemen Keuangan. Bagaimanapun, yang penting ialah adanya koordinasi sejak perencanaan. Di Korea, perencanaan masalah ini diangkat ketingkat wakil perdanan menteri dan mengikutsertakan badan perencanaan pembangunan. Hasilnya, pertumbuhan “jaminan kesehatan” di Korea relatif berkembang dengan cepat. Dari segi penyelenggaraan, koordinasi pemanfaatan fasilitas-fasilitas yang ada dibanyak Negara berkembang juga penting. Adanya integrasi dan koordinasi antara fasilitas pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan adalah penting dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
3. Sumber pembiayaan
Masalah pembiayaan juga memperoleh perhatian yang besar. Biasanya sumber dan jaminan kesehatan merupakan hasil gotong-royong antara tenaga kerja dan perusahaan (majikan), atau dengan pemerintah, dimana masing-masing membayar suatu presentase tertentu dari gaji, umumnya sekitR 5-8%. Teori-teori untuk pengawasan pembiayaan sebenarnya sudah ada, antara lain dengan penerapan sistem rujukan, konsep kapitasi dalam pemberian imbalan jasa, konsep dokter keluarga, orientasi pencegahan, dan lain sebagainya. Tetapi, tidak jarang konsep-konsep ini belum memperoleh pemahaman yang luas sehingga tidak dapat dilakssanakan di suatu Negara (Sulastomo, 2007).

Secara konsepsional, program JPK tenaga kerja mirip model Bismarck, namun pembayarannya hanya menjadi kewajiban pengusaha (pemberi kerja). Hal ini juga berbeda dengan JPK bagi PNS/penerima pensiun, dimana iurannya justru menjadi beban peserta, yang diambil dari potongan gaji/pensiun. Meskipun demikian, UU No. 3/1992 sesungguhnya merupakan langkah yang sangat strategis dalam menumbuhkan aksesasbilitas kepelayanan kesehatan. Apabila enforcement UU ini dapat lebih insentif tidak mustahil sekitar 100 juta penduduk akan tercakup dalam program ini. Saying sekali, perundangan yang menyertai UU ini ( PP 14/1992 dan PP 36/1994) justru dapat menjadi penghambat peluang itu, dengan terbukanya pengecualian bagi perusahaan untuk tidak mengikuti program JPK, apabila telah mampu menyelenggarakan program JPK sendiri yang lebih baik. Dampaknya, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kita semakin pluralistik, sehingga secara nasional terbuka peluang inefisiensi yang besar. Demikian juga pembentukan Badan Penyelenggara Jamsostek, yang sampai dewasa ini baru diberikan pada PT Jamsostek, sedikit banyak akan terbatas kemampuan cakupannya (Sulastomo, 2007).
Pada tahun yang sama (1992) juga telah terbit UU No. 23/1992 tentang kesehatan. Dalam UU in terbuka kesempatan untuk mengmbangkan program JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) dengan kepesertaan bersifat aktif (suka rela) yang secara operasional menerapkan prinsip-prinsip managed care antara lain prepayment (capitation system). Dapat diperkirakan bahwa dengan kepesertaan yang bersifat aktif (suka rela), baik perorangan maupun kelompok, pertumbuhan program JPKM akan tidak terlalu cepat pertumbuhan, dibanding dengan kepesertaan yang bersifat wajib (Sulastomo, 2007).
Adanya berbagai perundangan yang ada yang terkadang justru saling tumpang tindih dan menimbulkan ketidakpastian hukum, di lapangan sering timbul kerancuan hukum yang memprihatinkan. Misalnya, program suka rela PT Askes sering “berbenturan” dengan program Jamsostek. Namun, yang justru lebih mendesak adalah bahwa dengan kenyataan seperti itu, Indonesia masih menerapkan prinsip “pluralistik” dalam pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan pada rakyatnya. Satu aspek yang dapat merugikan kepentingan kita sebagai bangsa adalah, sebagaimana di negara lain, bahwa sifat “pluralistik” dalam sistem jaminan pemeliharaan kesehatan akan membuka inefisiensi yang sangat besar, disamping member peluang melemahnya potensi nasional menghadapi era globalisasi. Di samping itu, akan merupakan peluang yang sangat besar bagi perusahaan asuransi kesehatan asing, pada era globalisasi nanti, yang mungkin akan sangat merugikan kita (Sulastomo, 2007).




BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Jamsostek
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi tenaga kerja sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, bahwa Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dengan demikian Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan jaminan sosial yang diperuntukkan bagi tenaga kerja. Mengenai pengertian tenaga kerja, pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Ditjen dan Jamsos, 2006).
Pengertian tenaga kerja sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, selain didalam hubungan kerja (TK DHK) juga untuk tenaga kerja diluar hubungan kerja (TK LHK). Selama ini peraturan perundangan yang ada masih terbatas untuk jaminan sosial bagi tenaga kerja dalam hubungan kerja, meliputi Peraturan Pemerintah (yaitu PP No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Kepres No. 22/1993 dan Permenaker No. Per-12/Men/VI/2007 (Jamsostek, 2008). Sementara untuk tenaga kerja di luar hubungan kerja akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud sampai sekarang belum ada, padahal Peraturan Pemerintah tersebut sudah diamanatkannya dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, pada pasal 4 ayat 2 (Ditjen dan Jamsos, 2006).

B. Aspek Manajemen Jamsostek
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme Asuransi Sosial, yaitu gotong-royong (Jamsostek, 2009). Manajemen asuransi kesehatan sosial berbeda dengan manajemen asuransi kesehatan komersial. Di Indonesia program jaminan pemeliharaan kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah melalui BUMN yang diberikan kepercayaan sebagai pengelola program maupun oleh beberapa perusahaan dan kelompok masyarakat tertentu/swasta (Muninjaya, 2004), salah satunya adalah Jamsostek.
Pemerintah Indonesia merekomendasikan sistem pengelolaan asuransi kesehatan menggunakan konsep Managed Care (MC). Konsep ini merupakan alternatif terbaik untuk menyeimbangkan antara aspek pelayanan, aspk pembiayaannya dengan aspek kualitas pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur kedokteran yang baku. Konsep Managed Care antara lain:
a. Tripartite Model
Tripartite (tiga pihak) adalah pihak perusahaan asuransi (insurance company) sebagai pengelola dana, pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan (health provider) dan pihak peserta (consumer). Ketiga pihak harus saling bekerja sama terutam dalam hal pemgawasan pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada peserta sehingga dapat dilaksanaan secara efektif dan efisien.
b. Prepaid Capitation
Suatu sistem pembiayaan kesehatan yang dilakukan di muka berdasarkan kapita atau jiwa yang diikutsertakan. Hal ini berbeda dengan ”fee for service”, pembiayaan kesehatan diberikan berdasarkan penggunaan fasilitas/jasa. Jika seseorang memperoleh pelayanan kesehatan melebihi nilai uang yang dibayarkan kepeda pihak asuransi, kelebihan tersebut akan menjadi risiko pemberi pelayanan kesehatan (health provider). Sebaliknya jika biaya pelayanan yang diterima lebih kecil dari nilai uang yang telah dibayarkan, kelebihan tersebut akan menjadi insentif kepada pemberi pelayanan kesehatan.
c. Pelayanan Menyeluruh (Comprehensive)
Bentuk pelayanan asuransi ini meliputi semua jenis pelayanan kesehatan mulai dari yang bersifat preventif, promotif, kuratif sampai yang bersifat rehabilitasi. Di dalam pelaksanaannya, ada jaminan untuk pelayanan rawat jalan tingkat pertama, pelayanan rawat jalan tingkat lanjutkan, dan pelayanan rawat inap serta pelayanan obat.
d. Konsep Wilayah (Dokter Keluarga/Puskesmas)
Peserta asuransi dikelompokkan dalam satu wilayah tertentu. Pelayanan kesehatan dasar diberikan oleh dokter umum atau dokter keluarga dengan sistem pembiayaan prepaid capitation (prospective payment). Ada wilayah kerja dikontrak dengan jaringan pelayanannya yang dinamakan purchashing health. Mereka dibayar dengan sistem kapitasi. Dengan cara sperti ini, RS akan melaksanakan program penyuluhan dan pencegahan untuk masyarakat di wilayahnya sehingga masyarakat akan tetap sehat dan RS akan dapat menghemat dana kontrak yang sudah diterima.
e. Sistem Paket (Budget System)
Sistem paket ini adalah sistem pembiayaan yang dilakukan di fasilitas pelayanan rujukan dengan cara menggabungkan beberapa jenis pelayanan atau tindakan medis tertentu dengan tarif paket yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sistem seperti ini ditempuh untuk menghindari pemanfaatan pelayanan yang berlebihan (over utilization).
f. Konsep Rujukan
Konsep ini diterapkan dengan surat pernyataan rujukan dari institusi pemberi pelayanan kesehatan dasar (misalnya Puskesmas) ke pemberi pelayanan kesehatan rujukan. Konsep ini merupakan aplikasi pengembangan pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaannya (Muninjaya, 2004).

C. Kepesertaan Jamsostek
Jamsostek memberikan pelayanan sosial. Oleh karena itu kepesertaan dalam Jamsostek tidak berdasarkan status sosial. Semua tenaga kerja berhak menjadi peserta Jamsostek, semua lapisan berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-12/Men/VI/2007 kepesertaan dimulai sejak tanggal 1 (satu) sesuai bulan yang dinyatakan dalam formulir pendaftaran perusahaan dan setelah iuran pertama kali dibayar lunas pada bulan yang bersangkutan.
Berdasarkan pengamatan, rata-rata kenaikan jumlah perusahaan yang mengikuti program JPK pertahun adalah 53,41%, sedangkan peningkatan tenaga kerja sebesar 39,29% pertahun dan peningkatan tertanggung sebesar 36,80% pertahun. Saat awal Undang-undang nomor 3 tahun 1992 digulirkan peningkatan kepesertaan program JPK cenderung meningkat pesat, dan kemudian sedikit menurun namun pada saat krisis moneter pada pertengahan 1997 sampai dengan 1998 kenaikan kepesertaan meningkat kembali, karena banyaknya perusahaan yang tidak sanggup menyelenggarakan sendiri jaminan kesehatan bagi tenaga kerjanya.
Pada kenyataannya banyak perusahaan yang mengikuti program JPK Jamsostek tidak disertai dengan kemampuan melaporkan upah yang wajar. Bagi kepesertaan 3 program lain, laporan upah tenaga kerja yang tidak sebenarnya (lebih kecil daripada yang dibayarkan kepada tenaga kerja) tidak mempunyai dampak yang signifikan karena jaminan yang diberikan adalah sesuai dengan upah yang dilaporkan sebagai dasar menetapkan iuran, namun bagi program JPK upah yang dilaporkan terlalu rendah terlebih lagi bila di bawah UMP/UMR akan sangat berdampak pada daya beli program JPK terhadap pelayanan kesehatan yang senatiasa meningkat setiap tahun.
Oleh karena itu banyak Kantor Cabang yang melakukan pendekatan kepada perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya secara keseluruhan atau melakukan penundaan kepesertaan dan bahkan mempersilahkan untuk ke lembaga JPKM atau asuransi komersial lainnya yang memberikan manfaat lebih baik daripada yang dapat diberikan oleh program JPK. Demikian pula bagi perusahaan yang melaporkan upah dibawah UMP/UMR ditunda kepesertaannya sehingga paling tidak secara rata-rata membayarkan upah diatas UMP/UMR. Disamping itu sejak akhir tahun 1999 terdapat perubahan sistim informasi kepesertaan Jamsostek secara keseluruhan sehingga kebijakan Direksi lebih mengutamakan keakurasian data kepesertaan dengan menurunkan target kepesertaan dan justru meningkatkan pelayanan kepada peserta. Hal ini mengakibatkan terjadinya stagnasi pada perkembangan kepesertaan program JPK sehingga target kepesertaan seluruh program diturunkan.

D. Program Jamsostek
Program yang diberikan Jmasostek berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan kecelakaan kerja diberikan saat peserta Jamsostek mengalami kecelakaan kerja. PT Jamsostek (Persero) akan menyelesaikan kewajiban membayar hak jaminan kecelakaan kerja setelah mendapatkan penetapan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, apabila terjadi perbedaan pendapat terhadap suatu kasus kecelakaan yang menimpa tenaga kerja apakah termasuk kasus kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja.
2. Jaminan Kematian (JK)
Jaminan kematian diberikan saat peserta Jamsostek meninggal dunia. Tenaga kerja peserta Program Jaminan Kematian masih berhak mendapat perindungan Jaminan Kematian selama enam bulan sejak tenaga kerja bersangkutan berhenti bekerja.
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
Jaminan hari tua diberikan saat peserta mamasuki hari tua. Iuran JHT yang disetor oleh pengusaha baru dapat dibukukan dalam akun individu peserta setelah iuran JHT yang disetor sama jumlahnya dengan jumlah iuran JHT masing-masing individu peserta sesuai dengan data yang dilaporkan oleh perusahaan. Sedangkan besarnya jaminan hari tua (JHT) yang menjadi hak tenaga kerja adalah keseluruhan iuran JHT yang telah disetor oleh pengusaha an telah dibukukan dalam akun individu peserta ditambah dengan hasil pengembangannya sesuai dengan hasil pengelolaan dari investasi dana iuran JHT tersebut (Jamsostek, 2008).
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) membantu tenaga kerja mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, peningkatan pengetahua, pengobatan, dan pengembalian fungsi, secara efektif dan efisien. Setiap peserta diwajibkan memiliki KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kartu tersebut ditunjukkan saat peserta JPK berobat.
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
- 3 % dari upah tenaga kerja (maksimal Rp 1 juta) untuk tenaga kerja lajang.
- 6 % dari upah tenaga kerja (maksimal Rp 1 juta) untuk tenaga kerja berkeluarga.
Manfaat JPK bagi tenaga kerja adalah untuk melayani masalah kesehatan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja dan keluarganya, mulai dari pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, dan kebutuhan alat bantu. Manfaat bagi perusahaan yaitu memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
Konsep pelayanan dalam JPK adalah managed care yang mempunyai 4 pilar yaitu :
1. Terstruktur
Yaitu pelayanan yang diberikan sesuai dengan tiap tingkatan pelayanan, sehingga tidak terjadi pelayanan yang tumpang tindih (overlapping). Contoh Pelayanan Terstruktur:
• Tingkat Pelayanan kesehatan pada PPK tk. I
• Tingkat Pelayanan kesehatan pada PPK tk. II
• Tingkat Pelayanan persalinan normal / komplikasi
• Tingkat Pelayanan pemberian obat
• Tingkat Pelayanan kegawat daruratan
• Tingkat Pelayanan pemeriksaan penunjang diagnostik
• Tingkat Pelayanan pembedahan (operasi) di RS
• Tingkat Pelayanan perawtan di ruang ICU, ICCU, NICU)
• Tingkat Pelayanan rehabilitatif (Pelayanan Khusus)
2. Berjenjang
Yaitu pelayanan yang diberikan harus diawali dari tingkatan pelayanan yang paling dasar (PPK tingkat I) kemudian menggunakan konsep rujukan untuk mendapat pelayanan yang lebih lanjut. Rujukan bisa vertikal / horizontal.
• Rujukan Horizontal
Yaitu rujukan antara tingkat pelayanan yang sama, misal rujukan antar spesialis
• Rujukan Vertikal
Yaitu rujukan dari tingkat pelayanan rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi, misal dari dokter umum ke dr spesialis
3. Berkesinambungan
Yaitu pelayanan yang diberikan saling berhubungan satu dengan lainnya (tidak fragmented), sehingga tidak terjadi over utilisasi dan penyakit pasien dapat diikuti oleh dokter yang merawat dan menghindari terjadinya kesalahan dalam terapi.
Contoh Pelayanan Bersinambung :
• Pasien berobat ke dokter umum (PPK tk I).
• Penyakit berlanjut, maka dokter umum akan merujuk ke dokter spesialis pada RS yang ditunjuk.
• Bila diperlukan rawat inap, dokter spesialis akan memeberikan surat perintah rawat.
• Setelah selesai rawat inap, serahkan fotocopy Resume Medis ke dokter umum (PPK tk. I) untuk filing administrasi kasus pasien.
• Bila akan kembali kontrol ke dokter spesialis setelah selesai rawat inap harus melalui rujukan dokter umum (PPK tk. I).

4. Komprehensif
Yaitu pelayanan yang diberikan bersifat menyeluruh atau paripurna meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
• Contoh Upaya Promotif
Yaitu meningkatkan pengetahuan peserta melalui upaya penyuluhan tentang berbagai hal (Bapel tentang sisdur pelayanan kepada peserta; klinik tentang pengetahuan hidup sehat kepada pasien, termasuk self limiting disease).
• Contoh Upaya Preventif
Yaitu upaya pencegahan terhadap terjadinya penyakit (imunisasi dasar pada bayi; pelayanan keluarga berencana, pembersihan karang gigi).
• Contoh Upaya Kuratif
Yaitu pengobatan pasien sesuai indikasi medis (pemberian obat-obatan).
• Contoh Upaya Rehabilitatif :
Yaitu pengembalian fungsi organ tubuh, seperti pemberian kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat bantu gerak tangan dan kaki (Jamsostek, 2009).

Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi empat tingkatan pelayanan yaitu:
1. Pelayanan rawat jalan tingkat I
Merupakan gate keeper dari pelayanan ke tingkat lanjutan, yang mencakup pemeriksaan dan perawatan oleh dokter umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis oleh dokter umum/gigi, penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal pada rumah bersalin pemerintah, pelayanan imunisasi dasar, pelayanan keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan.
Dokter umum dan dokter gigi bisa dipilih sendiri sesuai dengan fasilitas yang ditunjuk sebagai dokter keluarga. Obat-obatan diberikan sesuai kebutuhan medis, dengan standar obat JPK Jamsostek dan penunjang diagnostik sesuai ketentuan. Berupa pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio), pelayanan KB (IUD, vasektomi, tubektomi, suntik). Kehamilan risiko tinggi dengan pelayanan persalinan normal maupun dengan tindakan operasi kecil, sedang dan besar. Operasi Khusus dibayarkan sesuai dengan biaya operasi besar

2. Pelayanan rawat jalan spesialistis di rumah sakit
Merupakan pelayanan rujukan rawat jalan yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter spesialis, pelayanan emergensi dan pelayanan fisioterapi. Jika ingin mendapatkan pelayanan dokter spesialis, peserta harus membawa surat rujukan dari dokter PPK Tingkat I yang ditunjuk.

3. Pelayanan rawat inap
Merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan spesialis, tindak lanjut pelayanan emergensi yang mencakup mondok dan makan di kelas 3 untuk RS Swasta dan kelas 2 untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, visite minimal 1x sehari, konsultasi spesialis lain, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, pelayanan operasi (kecil sedang dan besar), pelayanan diruang ICU/ICCU/PICU, pelayanan persalinan dengan komplikasi, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan pelayanan rawat inap dibatasi sampai 60 hari perkasus pertahun sudah termasuk pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 hari bila diperlukan.

4. Pelayanan Khusus
Meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan dan peningkatannya diberikan berdasarkan analisa perhitungan kecukupan dana program JPK. Pelayanan khusus hanya diberikan kepada tenaga kerja yang diperoleh melalui rujukan (Jamsostek, 2002).
a. Penggantian kacamata
Untuk mendapat penggantian kacamata (kaca dan bingkai) maksimal sebesar Rp 150.000,00.
b. Penggantian gigi palsu
Untuk mendapat penggantian gigi palsu (yang bisa dipasang atau dilepas) dengan bahan acrylic, maksimum sebesar Rp 250.000,00.
c. Penggunaan mata palsu dan alat bantu dengar
Untuk penggunaan mata palsu dan alat bantu dengar masing-masing memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp 300.000,00.
d. Penggunaan alat bantu tangan dan kaki
Untuk penggunaan alat bantu tangan memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp 350.000,00 dan penggunaan alat bantu kaki memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp 500.000,00.
Pelayanan lain-lain terdiri dari :
- transfusi darah
- labu darah
- pin, plate, screw, elastic band, intra occular lens (IOL) adala 60% dibayar Jamsostek, 40% dibayar peserta dan atau setinggi-tingginya Rp. 500.000,- (Jamsostek, 2007).
Hal-hal yang perlu menjadi perhatian :
- Guna kelancaran pelayanan, peserta wajib mengikuti semua prosedur yang telah ditentukan
- Selisih biaya sebagai akibat dari penggunaan hak pelayanan diluar standar JPK JAMSOSTEK, dibayar sendiri oleh peserta
- Penyakit yang tidak ditanggung dalam pelayanan kesehatan JPK Paket Dasar antara lain:
a. Penyakit AIDS
b. Penyakit kelamin
c. Penyakit Kanker
d. Cuci darah (Haemodialisa)
e. Akibat alkohol atau narkotika
f. Pemeriksaan Super spesialistik
g. Kelainan genetik

D. Ikatan Kerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Pelayanan yang diberikan kepada peserta dilakukan oleh jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah ditunjuk. Adapun penunjukkan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan kerjasama. Pilihan terhadap Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati kawasan industri/perumahan kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK, kemudahan pencapaian PPK serta kemampuan daya beli program JPK berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing Kantor Cabang. Pada saat ini program JPK diselenggarakan oleh ± 100 Kantor Cabang yang tersebar diseluruh Indonesia.
Ikatan kerjasama dengan PPK dilakukan oleh Kantor Cabang masing-masing yang diketahui oleh Kantor Wilayah sebagai Pembina Kantor Cabang di wilayahnya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing PPK, Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dengan masa kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut.
Jenis Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat I yang ditunjuk oleh PT Jamsostek antara lain Puskesmas, Balai Pengobatan baik didalam perusahaan maupun swasta lainnya, Klinik 24 jam, dokter umum praktek swasta, sedangkan untuk PPK rumah sakit adalah RS Umum Pemerintah Pusat/Daerah, RS Swasta, RS ABRI maupun RS BUMN. Demikian pula Apotik atau Optikal yang digunakan terdiri dari milik Pemerintah, Swasta, ABRI maupun BUMN.
Pola pembiayaan yang dilakukan dibedakan atas beberapa bentuk yaitu kapitasi dan pembayaran jasa per pelayanan (fee for service, FFS). Pembiayaan secara kapitasi umumnya dilakukan pada PPK tingkat I sesuai fasilitas pelayanan yang dimiliki, sedangkan FFS umumnya dilakukan pada PPK tingkat II atau rumah sakit, apotik dan optikal. Sistim pembayaran kapitasi pada seluruh tingkatan pelayanan kesehatan atau biasa disebut dengan Kapitasi Penuh dilakukan pada lembaga yang memiliki rumah sakit dan satelit jaringan PPK tingkat I. Pemberian pelayanan kesehatan pada rumah sakit mengacu pada Standar Pelayanan Medis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan PB IDI (Jamsostek, 2002)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Manajemen dalam Jamsostek menggunakan konsep Managed Care (MC), yaitu tripartite model, prepaid capitation, pelayanan menyeluruh (komperehensip) konsep wilayah (dokter keluarga/ puskesmas), sistem paket (budget system), dan konsep rujukan.
2. Penerapan manajemen dalam Jamsostek berbasis gotong royong, dimana konsep pelayanannya terstruktur, berjenjang, berkesinambungan, dan komperehensip.
3. Pelayanannya meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan.

B. Saran
Badan pelayanan seharusnya seperti Jamsostek ini mampu memaksimalkan penerapan manajemen dan mengoptimalkan konsep pelayanan yang ada secara komperehensip baik itu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2007. Nikmati Hidup Sehat Bersama dengan JPK. www.jamsostek.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2009.
Anonim. 2008. Hidup Penuh Ketidakpastian, tapi Pastikan Masa Depannya Secerah Senyumannya. www.jamsostek.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2009.
Anonim. 2008. Jamsostek, Pelindung Pekerja Mitra Pengusaha. www.jamsostek.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2009.
Anonim. 2009. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. Per-12/Men/VI/2007. www.jamsostek.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2009.
Anonim. 2002. Jamsostek, JPK. www.jamsostek.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2009.
Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.
Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar